Awan Senja adalah nama ku, aku seorang yatim piatu saat
umurku belum genap 13 tahun. Sejak kematian kedua orang tua ku aku dan adik ku
diasuh oleh pamanku. Paman ku ini adalah seorang pagawai negeri, dia tinggal di
rumah sederhana dengan istri dan satu orang anak perempuannya. Tak banyak
cerita disini karena tiap hari yang ku lalui disini hanyalah menatap sore,
menggambarnya dan berharap mendapatkannya. Bertemu dengan paman dan bibi yang
merawatku pun aku jarang, hanya Linda anak paman yang sesekali mampir di
kamarku hanya untuk melihat-lihat lukisanku. Aku dan Linda seusia namun dia
malah lebih dekat dengan adikku yang masih berusia 10 tahun.
Setelah lulus sma aku memutuskan keluar dari rumah ini
dan meninggalkan adikku, bukan karena paman dan bibi yang memberiku rasa tidak
nyaman tapi karena aku ingin menggapai mimpiku, mimpi yang tidak mungkin ku
gantungkan pada paman yang hanya seorang pegawai negeri dengan gaji yang tidak
banyak untuk membiayai 2 orang kuliah. Aku keluar dari rumah ini tanpa sepengetahuan
siapapun bukan tanpa alasan paman selalu memaksaku untuk melanjutkan kuliah
tapi aku tahu apabila aku menerima tawarannya maka akan betambah berat saja
beban pria yang semakin menua ini.
Perjalanan berat ini pun dimulai, ini terakhir kalinya
aku menaikan selimut dan mematikan lampu kamarmu, hanya itu pesan terakhir yang
ku tinggalkan untuk adikku. dengan bekal tabungan seadanya dan ratusan bahkan
ribuan rasa bersalah aku mulai langkah ku. rumah kost yang telah ku sewa
sebelumnya pun menjadi tempat awal yang ku tuju, kamar kost yang hanya berisi
sebuah kasur kecil dan sebuah meja didalamnya. Hanya ruang ini yang dapat ku
sewa dengan lebih dari separuh tabungan ku. aku berharap malam ini dapat
memejamkan mata disini agar esok aku dapat berkeliling untuk mencari kerja.
Mentari pun tiba, ini pagi pertama ku tapi tidak ada
bedanya dengan pagi-pagi biasanya karena sejak ayah dan ibu meninggal
hari-hariku memang selalu sepi dan pagi ini pun tidak membuatku lebih baik. Tak
semudah perkiraan ku 10 tempat desaint yang sebelumnya telah ku pelajari
latarbelakangnya semua menolakku untuk bekerja disana. Aku rasa cukup untuk
hari ini karena dengan semakin banyak tempat yang ku tuju maka akan semakin
banyak rupiah yang terbuang aku harus pintar-pintar mengelola sisa uang
tabungan yang ku kumpulkan saat aku sma ini. Hari ini pun kututup dengan senyum
adikku yang hanya dapat ku lihat tergambar diselembar kertas.
Pagi kedua pun tiba ide cemerlang ku dapatkan pagi ini, bergegas
ku membeli koran dan halam lowongan lah yang pertama ku baca, aku mulai mencari
dan mencari , ku mulai dari pekerjaan yang ku rasa cocok lalu melihat nomor
telphon yang provaidernya sama dengan yang ku gunakan berharap dapat sedikit
berhemat dengan itu. Warnet pun mejadi tempat kedua yang ku sambangi hari ini,
disana aku dapat mencari lowongan kerja dan mulai membuat surat lamaran.
Hari-hari ku selanjutanya berlalu seperti itu saja terus, terus dan terus
sampai aku sadar saat uangku tak lagi cukup untuk membeli koran, pulsa dan sewa
internet kalau hanya menunggu surat lamaran ku mendapat tanggapan aku akan
kehabisan segalanya.
Tiba dihari ketujuh dan uang yang tersisah hanya untuk
satu kali makan saja.
“aku mulai ragu kalau
ini akan berhasil dan semangat ini pun mulai runtuh”,
“ tidak mimpiku tak
boleh terhenti hanya karena uang”,
“ tapi didunia ini
uanglah yang menjadi Tuhan”.
Tak banyak yang ku
lakukan hari ini hanya berbaring sambil menahan lapar dengan bayang-banyang
kata menyerah dan melawan atau malah berdamai dengan semuanya. Lamunanku pun
berakhir saat perut ini mulai mengeluarkan suara-suara aneh dari pagi setetes
air pun belum membahasahi lambungku dan sekarang sudah mulai gelap. Aku tidak
ingin berjalanan ini bertambah berat apabila lambungku tidak lagi bersahat.
Dan Ku putuskan uang terakhir ini untuk
makan.
“mas makan ?” yang
penjaga wateg bertanya.
“iya bu”, jawab ku.
“seperti biasa mas ?”.
tanyanya kembai, Karena menu makan ku hanya itu saja setiap harinya ibu itu pun
sampai hapal.
“nggak bu, pakek tempe
aja minumnya air putih ya bu”, “wah kirimannya telat ya mas” jawab ibu itu
sambil tertawa kecil karena berubahnya menu makan ku, ibu itu memang sangat
ramah kepada setiap pelanggannya dan dia memiliki selera humor yang tinggi itu
alasanku sering makan disini karena canda dari ibu itu dapat sedikit
mengembalikan semagatku. Nasi dipiringku pun telah habis lalu aku meninggalkan
tempat makan itu dan kembali untuk memejamkan mata, kepala ku terasa pusing
mungkin karena terlambat makan tadi.
Pagi pun tiba kembali, hari ini cerah tapi tetap sepi dan
bertambah parah saat ku sadari tak lagi ada sisa uang. Tidak ada yang ku
lakukan pagi ini hanya diam dan menatap keluar jendela, lalu akan ku coba
peruntunganku siang ini bergegas ku menuju warteg tempat ku semalam mengisi
perut. Namun seperti yang ku perkiraan penolakan yang ku dapat siang ini. Sampai
saat malam pun tiba, malam dimana belas kasih yang menolongku, saat aku
menawarkan handphone yang ku punya untuk menukarnya dengan seporsi makan, ibu
pemilik warung makan itu pun merasa iba pada ku dan memberikan ku pekerjaan.
Tidak mudah memang tapi dengan niat dfan tekad yang keras
ku lalui semua, hari demi hari bulan demi bulan hingga uang yang ku kumpulkan
cukup untuk mengikuti seleksi nasional masuk perguruan tinggi negri, sampai
akhirnya aku terterima disalah satu unversitas dikota ini. Tak berhenti disitu
berjuangan ku biaya kuliah yang amat beras tidak akan mampu ku tanggung bila
hanya mengandalkan uang gaji ku, aku pun mencari beasiswa meluangkan waktu
untuk mencari pekerjaan sampaingan lainnya. Salam berkuliah hanya itu yang ku
lakukan mengumpulkan rupiah, rupiah dan rupiah.
Tak terasa 4 tahun telah ku lalui tanpa sekali pun aku
bertemu mereka, hari ini aku mengunjungi rumah paman untuk menyampaikan kalau
esok gelar sarjana seni akan ku dapatkan. Hari itu rumah sepi karena hari
minggu dan di rumah hanya ada paman dan bibi sedangkan Linda dan Fajar adik ku
selalu menghabiskan hari minggu bersama itu yang kudengar dari paman saat aku
menanyakan mereka.
Setelah lulus kuliah dan bekerja ini lah pertama kalinya pagi ku berbeda, saat ini baru ku mengerti apa arti di balik nama ku. pelindung sebelum masa kegelapan sebelumnya aku tak paham maksud dari kata itu, tapi saat Fajar aku kembali tinggal dengan Fajar, aku tahu kalau aku lah yang akan menjadi pelindung Fajar "masa setelah kegelapan" yang di titipkan ayah dan ibu.
No comments:
Post a Comment